Salah satu kewajiban perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan adalah menjaga dan mengelola kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV) dalam wilayah konsesinya. Monitoring dan patroli wajib dilakukan untuk menghindarkan area HCV dari gangguan dan ancaman serta hal-hal lain yang berpotensi merusaknya.
Gangguan
dan ancaman yang banyak ditemukan di area konservasi dan selanjutnya ditangani
oleh pihak pengelola adalah perambahan hutan, kebakaran, illegal logging, tambang liar, atau perburuan. Namun spesies
invasif seperti tanaman Kacangan (Mucuna
sp.) yang menjalar di area hutan luput dari perhatian dan, dalam beberapa
kasus, terkesan dibiarkan.
Jenis
tumbuhan ini merupakan salah satu tanaman cover
crop yang banyak diaplikasikan pada perkebunan sawit dan karet. Spesies yang
paling banyak digunakan adalah Mucuna
bracteata yang memiliki laju pertumbuhan cukup cepat sehingga gulma lain
tidak mampu bersaing tumbuh. Tanaman ini juga memiliki manfaat besar dalam
memperkaya nitrogen tanah seperti halnya kebanyakan tumbuhan jenis
Leguminoseae.
Mucuna bracteata berasal dari wilayah Asia
Selatan. Tumbuhan ini tidak berasal dari/atau memiliki wilayah sebaran di Asia
Tenggara, sehingga dapat dikatakan jenis introduksi. Tumbuhan jenis introduksi
yang bersifat invasif atau dominan seringkali menjadi ancaman bagi ekosistem
aslinya. Sama seperti peristiwa pelepasan ikan Arapaima di Sungai Brantas yang
dikecam aktivis lingkungan, serta kasus invasi ikan Snakehead di Georgia, USA
baru-baru ini. Invasi tumbuhan Mucuna
bracteata juga akan memberikan dampak kerusakan ekosistem yang besar
apabila tidak ditangani dengan baik.
Saat
ini di Sumatra dan Kalimantan, area hutan yang terserang Mucuna bracteata sudah banyak ditemui. Bahkan, beberapa area hutan
di Malaysia juga diinformasikan mengalami peristiwa serupa. Area hutan yang
terserang Mucuna bracteata merupakan
hutan yang berada dekat dengan konsesi perkebunan. Bahkan, di area hutan
bernilai konservasi tinggi dalam konsesi yang seharusnya dikelola. Hal ini
menyebabkan kerusakan struktur vegetasi hutan dan meningkatkan resiko kebakaran
hutan dan lahan.
Hutan
yang terbuka akibat invasi kacangan
Pengendalian Invasi Mucuna bracteata
Pada
skala invasi yang masih rendah dimana Mucuna
bracteata ini mulai tumbuh di sekitar atau pinggiran hutan, penanganan
dapat dilakukan dengan cara manual. Pohon yang mulai dijalari kacangan dapat
dibersihkan dengan cara ditebas dan dicabut akar kacangannya. Terkadang,
pencabutan akar kurang maksimal hasilnya karena akar terputus dan tidak
tercabut seluruhnya. Dalam 1-2 minggu, akar yang tertinggal akan membentuk
tunas baru dan apabila tidak segera dilakukan tindakan lanjutan akan kembali ke
kondisi semula mengingat kecepatan pertumbuhan jenis kacangan ini. Hal ini
dapat diatasi dengan spraying yang
terkontrol.
Invasi
mucuna yang sudah terjadi dalam skala besar memerlukan penanganan yang lebih lama.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah melakukan pemetaan area terdampak.
Selanjutnya pembersihan Mucuna bracteata
dilakukan dengan melibatkan alat berat seperti excavator atau JCB untuk
menggulung dan menimbun bekasnya. Selanjutnya tunas baru yang mulai tumbuh
dilakukan spraying untuk memastikan
tumbuhan ini benar-benar mati. Area terdampak kacangan yang cukup luas tidak
disarankan untuk dibersihkan hanya dengan spraying karena bekas tumbuhan yang
mati dapat meningkatkan potensi kebakaran.
Area
yang telah bersih dari kacangan sebaiknya dipercepat proses regenerasinya
melalui penanaman tumbuhan jenis lokal (restorasi). Hal ini disamping untuk
mengurangi potensi kebakaran juga sebagai program penghijauan yang wajib
dikontrol dan dirawat secara rutin hingga tanaman restorasi membentuk tutupan
hutan kembali.